Wednesday, June 4, 2008

FPI Bringas, Karena Polisi Memble

Akhir-akhir ini seluruh media massa meliput berita penyerbuan sekelompok massa yang menamakan diri FPI (Front Pembela Islam) pada peserta aksi peringatan lahirnya Pancasilaaa di Monas, Jakarta. Kenapa FPI bernai menyerbu dan memukuli peserta aksi di atas?

Menurut beragam informasi ada di media massa, tindakan FPI dipicu oleh sikap Aksi Aliansi untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AAKBB) yang menyerukan hak warga untuk bebas memeluk agama dan keyakinannya. Sikap ini dianggap AAKBB membela para penganut Akhmadiyah. Ajaran Akhmadiyah menurut FPI meresahkan warga, terlebih mereka memposisikan pimpinan spiritual mereka Mirza Ghulam Akhmad seperti nabi. Karenanya penganut Ahmadiyah adalah sesat dan menodai kemurnian agama.

Alasan FPI menyerbu jelas tidak masuk akal karena negara Indonesia bukan negara yang didasarkan atas suatu agama, sehingga kebebasan memeluk agama patut dihormati. Jika selama ini FPI menuduh Akhmadiyah membuat resah umat Islam, jika kitaa teliti sebenarnya yang setiap kesempatan menebar fitnah, teror, dan kekerasan adalah FPI itu sendiri. FPI memukul, merusak, dan menganiaya orang-orang yang berbeda dengannya. Tindakan ini jelas mencoreng wajah umat dan menodai agama Islam karena bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam yang rohmatan lil 'alamin.

FPI ibarat menjadi preman kecil yang suka merengek, menyalahkan orang lain, dan menyerang siapa saja yang tidak sama dengannya. Tindakan ini jelas melanggar hukum dan sepatutnya pelakunya diberi sanski yang berat. Namun demikian polisi sejak awal membiarkan tindakan FPI begitu saja. Dalam bahasa hukum polisi, telah lalai dengan tugasnya untuk menjaga dan melindungi hak-hak dasar manusia. Tindakan lalai ini telah berlangsung lama sehingga FPI makin menjadi-jadi. Tindakan FPI tak ubahnyaa seperti kelompok preman yang memakai jubah puti dan peci.

Tindakan Polisi membiarkan tindakan melawan hukum yang dilakukan FPI menjadi kesalahan lembaga ini yang sangat fatal. Terlebih keterlibatan pucuk-pucuk pimpinan mereka yang memiliki keterkaitan, baik langsung maupun tidak langsung dengan lembaga ini. Karena FPI telah ribuan kali melakukan tindakan yang melawan hukum sebaiknya lembaga ini perlu diberikan sanski juga. FPI memaksakan kehendak pada orang lain dan menghalalkan tindakan kekerasan dalam aksi-aksinya. Maka, pimpinan Polri mesti bertanggungjawab secara hukum atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh FPI.

Dibanding Ahmadiyah, tindakan FPI jelas lebih meresahkan umat. Selain, perilaku mereka yang brutal, FPI sering menganjurkan orang untuk menghalalkan segala cara untuk meraih sesuatu. Alasannya demi menyelamatkan umat dan menegakkan ajaran Allah di muka bumi. Ketika dikaji lebih jauh alasan itu dibuat hanyalah untuk mengaburkan kepentingan kelompok dan pribadi tertentu.

Tindakan penyerbuan kepada markas FPI oleh sekelompok massa lainnya, misal Garda Bangsa maupun Banser, juga tidak dapat dibenarkan. Tindakan itu tak lebih beda dengan apa yang dilakukan FPI. Anehnya, polisi juga tidak melakukan tindakan apapun untuk menegakkan hukum bagi pelaku kekerasan. Maka Polisilah akar permasalahan utamanya. Oleh karena itu, sebaiknya Kapolri meminta maaf pada publik dan mengundurkan diri. Kapolri yang menggantikannya segera membuat kajian dan perombakan sistem pendidikan polisi, agar lebih profesional. FPI sebaiknya mengganti nama menjadi Front Pembela Ini-Itu (lumayan jadi usaha baru, mengurangi angka pengangguran karena kerja Ini-Itu akan menyerap tenaga kerja yang banyak. Ini baru Islami)